Minggu, 10 Januari 2010

Perilaku Hewan


Kemampuan adaptasi pada vertebrata sangat dipengaruhi oleh otak dan kecerdasan yang dimilikinya (Yatim, 2003). Semakin tinggi tingkat kecerdasan suatu jenis maka semakin besar pula daya adaptasinya terhadap lingkungan. Dengan kemampuan adaptasi yang besar maka suatu jenis akan dapat menempati habitat yang beragam (Soemarwoto, 2001)

Adaptasi dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu :

  • Adaptasi Fisiologis

Adaptasi terhadap cara kerja tubuh sehingga sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya.

  • Adaptasi Morfologis

Penyesuaian bentuk tubuh terhadap kondisi lingkungan hidupnya.

  • Adaptasi Kultural

Adaptasi pada pola sosial hidupnya, pada hewan terlihat dengan adanya pranata sosial. Misalnya, pejantan yang terkuat menajdi pemimpin (Soemarwoto,2001)

Prilaku juga dapat bersifat adaptif. Mahluk hidup belaja r tentang bahaya dan dengan prilkaunya ia menghindari bahaya. Adaptais prilaku dapat terjadi dimanapun (Soemarwoto,2001).

Berbagai substansi dapat mempengaruhi keadaan jiwa dan tingkah laku. Beberapa menyebabkan ketergantungan. Beberapa yang lainya menyebabkan toleransi (Wallace, 1987). Semua organisme, memiliki kemampuan untuk merespon stimulus dari lingkungan. Prilaku organisme, bergantung tidak hanya berdasarkan pada jenis organismenya, tetapi juga berdasarkan apa yang terjadi dalam lingkungan hidupnya (McLaren & Rotundo, 1985).

Biologi memandang prilaku sebagai hasil evolusi, diprediksi bahwa karakteristik prilaku dari hewan-hewan secara umum disesuaikan pada model dari tempat hidupnya (Raven & Johnson, 1988).

Prilaku sendiri memiliki arti sikap dan gerak organisme berespon dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Macam lingkungannya antara lain: lingkungan dalam dan luar. Lingkungan dalam, yaitu: hormon, nyeri, getahan, ampas, metebolisme. Sednagkan yang dimaksud lingkungan luar, yaitu:suhu, makanan, air minum, cahaya matahari, gravitasi, tekanan udara, tempat tinggal, hubungan dengan mahluk lain intra dan inter spesies (Yatim, 2003). Bentuk prilakunya sendiri mencakup: cara makan dan mengambil makanan, membuat tempat tinggal, memelihara dan membersihkan, berlindung dan bertahan terhadap parasit atau pengganggu, mencari pasangan, berkembang biak, mengasuh anak, berkomunikasi dengan individu lain (Yatim, 2003).

Mulanya pola tingkah laku hewan dinyatakan sebagai insting. Kemudian pada tahun 1978 pendapat tersebut dipatahkan oleh Lorenz dan Timbergen yang mendapatkan nobel dalam hal kedoketran dan psikologi dengan biologis jerman Karl Von Frisch, mereka menemukan Ethology, seikitnya pada mulanya, didisain untuk mempelajari mengenai evolusi tingkah laku kehidupan liar, dan mereka telah selesai terutama di lapangan, dibawah kondisi se alami mungkin, dandengan mengamati hewan jinak dan semi jinak.

Jenis prilaku yang terdapat pada hewan ada dua macam, yaitu:

  • Prilaku bawaan (Innate Behaviour)

Prilaku yang dikendalikan secara genetik. Jenis-jenis dari prilaku bawaan adalah gerakan refleks yang merupakan bentuk sederhana dari prilaku bawaan dan insting yang merupakan bentuk kompleksnya (McLAren & Rotundo, 1985)

  • Prilaku hasil pembelajaran (Learned Behaviour)

Prilaku hasil pembelajaran berdasarkan pengalaman yang didapatkan organisme dan menghsilkan perubahan prilaku. Prilaku ini tidak dibedakandari jenis gen pada organisme. Pembelajaran di dapatkan melalui adaptasi pada perubahan (McLaren & Rotundo, 1985).


Pemetaan pada otak mengindikasikan kesamaan umum pengaturan pada kebanyakan otak dan kemungkinan-kemungkinan bahwa setiap pengalaman akan direkam di dalam memori (Wallace, 1987). Meskipun sudah menunjukan prilaku pembelajaran pada organisme yang cukup mudah, prilaku ini umumnya terdapat pada organisme yang memiliki sistem saraf yang lebih kompleks (McLaren & Rotundo, 1985).

Perkembangan yang cepat dari cerebrum dan meningkatnya ketergantungan hidup disertakan oleh perubahan lain yang terjadi diantara mammalia-mammalia yang ada pertama kali. Sebagai contoh, sejak belajar membutuhkan pengalaman, binatang yang berotak harus mengembangkan pola hidupnya yang memeberi mereka kesempatan untuk belajar sebelum mereka dihadapkan pada dunia yang ‘tidak bersahabat’(Wallace, 1987).

Evolusi dari sistem saraf yang kompleks pada vertebrata tidak hanya dikendalikan oleh fisiologi tubuh yang terkendali dengan baik, kemampuan sistem pola dari prilaku, tetapi juga peneningkatan kemampuan untuk mmepelajri dan memodifikasi prilaku baru. Kemampuan ini tidaklah unik di kalangan vertebrata. Bagamanapun, sebagai area asosiasi dari otak vertebrata telah ditingkatkan pada tingkatan yang tidak ditemukan pada jenis hewan lainnya. Kontribusi relatif dari pembelajaran dan dari pembawaan, ciri ditentukan secara genetik pada prilaku manusia yang kompleks sulit untuk dimanipulasi, tetapi keduanya tidak diragukan memegang peranan penting (Raven & Johnson, 1988).

Sangat jelas bahwa organisme yang lebih kompleks, pengaruh terbesar yang membentuk pola tingkah laku responsif adalah melalui pengalaman. Proses ini modifikasi prilaku sebagai hasil pengalaman dari tempat hidupnya diketahui sebagai proses pembelajaran (Goldsby, 1976).

Evolusi dari sistem saraf yang kompleks pada vertebrata tidak hanya dikendalikan oleh fisiologi tubuh yang terkendali dengan baik, kemampuan sistem pola dari prilaku, tetapi juga oleh peningkatan kemampuan untuk mempelajari dan memodifikasi prilaku baru. Kemampuan ini tidaklah unik dikalangn vertebrata. Bagaimanapun, sbagai area asosiasi dari otak vertebrata telah ditingkatkan, kemampuan mempelajari ‘asosiatif’ dari vertebrata juga telah ditingkatkan pada tingkatan yang tidak ditemukan pada jenis hewan lainnya (Raven & Johnson, 1988).

Belajar ditemui pada jenis hewan yng memiliki banyak perhatian dari parentalnya. Jenis hewan yang seperti ini didapatkan pada hewan tingkat tinggi. Anak akan banyak belajar dari orangtuanya dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya (Hopson & Wessel, 1990).

Pembelajaran dapat dikembangkan dari tugas yang sederhana maupun tugas yang sulit. Terdapat beberapa tipe dari pembelajaran yaitu: Imprinting, Habituation, Clasical conditioning, dan Operant conditioning (McLaren & Rotundo,1985).

Imprinting adalah bentuk dari pembelajaran yang didapatkan hewan setelah dilahirkan atau baru menetas dari teurnya. Imprinting terjadi dengan cepat dan tidak dapat diubah, merupakan jenis pembelajaran yang paling mudah. Habituation adalah bentuk dari pembelajran diaman hewan belajar untuk tidak menunjukan prilaku tertentu (McLaren & Rotundo,1985).

Sebuah reaksi yang dikondisikan adalah sebuah respon terhadap stimulus yang normalnya tidak mendapatkan tanggapan seperti itu. Jenis pembelajaran ini, atau pengaruh keadaan, dijelaskan oleh Pavlov, seorang fisiologis asal rusia, disebut sebagai classical conditioning (McLaren & Rotundo,1985). Classical coditioning ini disebut juga sebagai Assosiative learning (Hopson & Wessel, 1990).

Assosiative learning sendiri merupakan prilaku yang dipelajari membutuhkan aktifitas asosiasi di dalam sistem saraf pusat (Raven & Johnson,1988). Satu yang paling diketahui dari kategori-kategori pembelajaran adalah asosiasi., ini berdasarkan kemampuan untuk merespon rangsangan yang ditandai, hewan akan belajar untuk mengasosiasikan kedua rangsangan dengan rangsangan lainnya (Goldsby, 1976).

Prilaku asosiatif lebih kompleks. Berpikir adalah asosiatif, begitu juga dengan berkelahi, merencanakan dan mencintai. Prilaku asosiatif mungkin terbentuk dari elemen-elemen non asosiatif yang lebih sederhana (Raven & Johnson, 1988).

Seperti pada percobaan Pavlov. Dengan membunyikan bel dengan seketika setiap saat sebelum memberimakan anjingnya (dalam percobaan), Pavlov menemukan bahwa anjing akan mengeluarkan lirnya saat mendengarbunyi bel. Disimpulkan bahwa anjing mangasosiasikan bunyi bel dengan waktu pemberian makan (Hopson & Wessel, 1990).

Operant conditioning atau latihan yang diberikan pada binatang didasarkan

Pada pemberian imbalan dan hukuman. Percobaan ini dilakukan oleh Skinner. (Hopson & Wessel, 1990). Skinner menggunakan merpati dalam percobaannya. Dia menyadari bahwa prilaku tertentu diikuti oleh penguatan, atau imbalan, maka binatang tersebut akan menyukai untuk mengulangi prilaku tersebut di kemudian hari (McLAren & Rotundo, 1985).

Dari semua prilaku yang ditunjukan hewan, kebanyakan prilaku pada hewan kemungkinan mengandung semua komponen ini, yaitu:

  • Preprogamming (Pemograman sebelumnya) : genetik membuat organisme terpengaruh untuk merespon rangsangan (stimulus) tertentu.

  • Practice (berlatih) : pengalaman mempengaruhi perkembangn prilaku.

  • Potention (potensi) : status kejiwaan dari hewan menyiapkan hewan tersebut untuk menunjukan prilakunya (kadang hal ini disebut sebagai motivasi penuntun).

  • Performance (pelaksanaan) : menghasilkan rangkaian dari tndakan dan perubahan yang menyertai prilaku (Mader, 1993).


Pada Primata, yang merupakan jenis hewan dengan kecerdasan tinggi terdapat pemikiran atau berpikir rasional. Pemikiran adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang tidak biasa dihadapi tanpa manfaat dari trial dan error (McLaren & Rotundo, 1985). Pemikiran ini berdasarkan pembelajaran masa lalu dalam jalur yang baru, kombinasi atau stuasi (Hopson dan Wessel, 1990).

Ini menjelaskan mengapa prossimian, monyet, kera, dan manusia lebih adaptif dibandingkan dengan hewan lainnya dan lebih mampu untuk menggunakan informasi lingkungan untuk kebutuhan hidupnya.

Terkadang, salahsatu anggota dari sebuah populasi atau spesies dapat menyebarkan prilaku pembelajaran pada semua anggota kelompok. Kecepatan dari penyebaran ini merupakan potongan dari informasi budaya, kemungkinan hasil dari fakta bahwa anggota kelompok yang muda melihat prilaku anggota kelompok yang lebih tua dan kemudian menirunya (Hopson dan Wessel, 1990).

Pada hewan yang terdapat di Taman Wisata Alam atau Taman Nasional, dalamkehidupan sehari-harinya akan sering berinteraksi dengan manusia yang berperan sebagai pengunjung. Bagaimanapun juga, hal tersebut dapat mempengaruhi prilaku hewan tersebut. Reaksi mereka terhadap pengunjung.

Reaksi hewan terhadap keberadaan manusia adalah faktor penting keberlangsungan hidup hewan. Hewan yang tidak dapat merspn manusia dengan sukses akan mengalami kepunahan. Namun, terdapat jenis hewan yang mendapatkan keuntungan dengan hidup berasosiasi dengan manusia (Robinson & Bolen, 1989).

Kebanyakan satwa liar bereaksi terhadap manusia dengan cara bersembunyi atau melarikan diri, tetapi beberapa membangun kepercayaan sementara, teruama sekali apabila imbalan dari makanan dan tempat berlindung merupakan bagian dari tawaran (Robinson & Bolen, 1989).

Pada beberapa kasus, masalah ditimbulkan dari hewan dan manusia saat satwa liar terbiasa terhadap orang. Sebagai contoh adalah interaksi antara beruang dan manusia. Beruang hitam adalah binatang yang sangat berhati-hati, dalam kehidupan liarnya mereka adalah omivora yang memakan buah, serangga, madu, dan sedikit daging. Beruang hitam dalam kehidupan liarnya sangat jarang mendekati manusia, tetpai dengan sering memakan sampah sisa manusia dan jika dibiarkan, mereka akan kehilangan rasa takutnya terhadap manusia (Robinson & Bolen, 1989).

*diambil dari Laporan Kuliah Kerja Lapangan (Anniesha Eza Putri/ Biologi FMIPA Unpad / 2005)

4 komentar: