Minggu, 10 Januari 2010

Macaca fascicularis


Dewasa ini terdapat lebih dari 30 marga monyet dan jumlah ini terbagi lagi kira-kira menjadi 130 jenis monyet yang ada, terdapat 19 jenis Macaca, dan salah satunya adalah Macaca fascicularis atau dalam bahasa Indonesia di sebut Monyet Ekor Panjang.

Macaca fascicularis atau Monyet Ekor Panjang termasuk ke dalam ordo Primata dan masuk dalam famili Cercopithecidae, secara lengkap taksonomi Monyet Ekor Panjang ini menurut Napier (1967) adalah:


Phylum

Chordata

Subphylum

Vertebrata

Classis

Mammalia

Subclassis

Eutheria

Ordo

Primata

Family

Cercopithecoidae

Subfamily

Cercopithecinae

Genus

Monyet Ekor Panjang

Spesies

Macaca fascicularis (Napier, 1967)


Morfologi

Ciri-ciri umum monyet ekor panjang adalah sebagai berikut : panjang tubuh dewasa berkisar antara 400-500 mm, dengan panjang ekor berkisar 400-500 mm, panjang telapak kaki belakang berkisar antar 120-140 mm sedangkan tengkoraknya memiliki ukuran sekitar 120 mm dengan panjang telinga 3-3,33 mm dan mempunyai berat tubuh 3-6,5 kg (Anonim, 1978)

Dalam hidupnya monyet ekor panjang ini melewati fase pergantian warna tubuh, yaitu fase bayi dengan warna tubuh oranye dan fase dewasa dengan warna tubuh yang coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan. Rambut diatas kepala tumbuh ke arah belakang, kadang-kadang membentuk jambul dan rambut yang terdapat pada pipi menjurai di mukanya. Pada bagian mata selalu ada kulit yang tidak berbulu berbentuk seperti segitiga (Veer & Carter, 1978 dalam Setiana, 1994).

Perbedaan antara jantan dan betina, secara morfologis terletak pada perkembangan alat kelamin sekunder. Sedangkan kelompok umur pada monyet dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan aktifitas hariannya. Pada jantan dewasa (Adult male) mempunyai ukuran tubuh relatif besar sekitar 5-9 kg, tegap dan kuat serta lebih agresif dan lincah. Mempunyai bagian dada yang lebar mengecil pada bagian pinggang, bulu pada bagian muka lebih panjang daripada individu betina. Jantan dewasa memiliki penis yang kecil dengan scrotum yang berbentuk tombol bundar. Pada betina dewasa (adult female) memiliki ukuran tubuh 50-75% dari ukuran jantan dewasa yaitu sekitar 3-6 kg. Kelenjar mammae berkembang dengan baik serta prilaku yang lebih tenang. Individu pradewasa mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan individu dewasa dengan warna tubuh yang lebih kecoklat-coklatan dan belum mempunyai rambut yang berbentuk jambul pada kepalanya. Individu yang tergolong anak (juvenil) mempunyai ukuran tubuh lebih kecil daripada individu pradewasa, sudah lepas dari induknya (bergerak secara independent), dan biasanya mempunyai tingkah laku bermain yang lebih menonjol dari individu kelompok umur lainnya. Sedangkan individu yang masih bayi berwarna oranye terlihat jelas berada di dalam gendongan betina dewasa ataupun menggelantung pada perut (Napier & Napier, 1978).

Salah satu ciri khas monyet ini adalah bantalan keras dari kulit tebal pada pantat yang disesuaikan terhadap lamanya waktu tidur di dahan pohon. Bantalan yang disebut kapal pantat ini melekat langsung pada bagian bawah pinggul. Maka tidak ada urat syaraf atau pembuluh darah yang terhimpit, sehingga tungkai monyet ini tidak akan “kesemutan” bial berat badannya menekan bantalan tadi. (Eimerl & DeVore, 1978).

Cara bergerak Monyet Ekor Panjang pada umumnya adalah quadropedal (bergerak dengan menggunakan keempat anggota badan). Selain itu, pergerakan juga dilakukan dengan cara melompat, memanjat, bipedalisme (gerakan dengan menggunakan dua kaki), dan brakiasi (gerakan dengan dua tangan untuk menggantung). Bipedalisme biasa terjadi saat tangan memegang makanan, oleh karena itu Monyet Ekor Panjang dapat bergerak bebas di permukaan tanah maupun di pepohonan. Proporsi waktu yang digunakan untuk aktifitas di permukaan tanah dan pepohonan bervariasi.dalam dan antar kelompok. Selama pergerakan di cabang-cabang pohon, tangan bersifat digitigrade (Napier & Napier, 1967). Eisenberg et al. (1979: 468) menyebutkan bahwa aktifitas harian Monyet Ekor Panjang sebagian besar dilkukan di permukaan tanah (semi terestrial).

Makanan

Macaca fascicularis atau Monyet Ekor Panjang mempunyai keanekaan makanan jauh lebih bayak daripada lutung. Hewan ini termasuk omnivora, yaitu pemakan segala. Induk Monyet Ekor Panjang yang sedang menyusui biasanya tidak mendapat banyak gangguan dari individu lain dalam mencari makan. Monyet Ekor Panjang dewasa memiliki jenis makanan yang bervariasi antara lain sepeti daun-daunan, bunga-bungaan, buah-buahan, hewan laut sperti kepiting, serangga dan juga sisa makanan dari berbagai jenis, seperti remahan roti, kue, nasi, dan lain-lain. Sisa-sisa makanan ini didapat pada saat banyak pengunjung yang mebuang atau memberikan makanan di sekitar Taman Wisata.

Keadaan lingkungan dimana terdapat keanekaan komunitas yang sangat berpengaruh terhadap persediaan bahan makanan Monyet Ekor Panjang. Di hutan peralihan, hutan pantai dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun cukup banyak persediaan makanan bagi Monyet Ekor Panjang. Akan tetapi komposisinya tidak selamanya tetap, selalu berubah tergantung habitat dan diversitas tumbuhannya, satwa liar lain dan faktor abiotik seperti iklim, curah hujan, cuaca, suhu lingkungan, dan lain-lain mempengaruhi persediaan makanan.

Dalam pengamatan Larasati (1987) di Taman Nasional Baluran di dapat persentase makanan Macaca fascicularis sebagai berikut:

34,18%

daun-daunan

34,18%

Buah-buahan

18,98%

Sisa makanan

8,86%

Invertebrata

3,8%

Bunga-bungaan


Sedangkan menurut Wheatly (1976) di Cagar Alam Kutai dengan komunitas pantai tidak ada, diperoleh data sebagai berikut:

86%

Buah-buahan

7%

Rumput-rumputan

5%

Bunga-bungaan, daun, jamur, dan batang muda

2%

Invertebrata


Menurut Mackinon (1973) di Kuala Lompat Malaysia adalah sebagai berikut :

64%

Buah-buahan

24%

Daun-daunan

9%

Bunga-bungaan

4%

Invertebrata, dan lain-lain


Menurut Aldrich-Blake (1973) di daerah Penang Waterfall Gardens (DJC) adalah sebagai berikut :

62%

Buah-buahan

25%

Batang muda

11%

Bunga-bungaan

8,3%

Invertebrata, dan lain-lain


Sedangkan di Ubud Bali, proporsi makanan sehari-hari sebanyak 58% bersumber dari manusia dan 42% bersumber dari alam, dengan perincian sebagai berikut :

23%

Kacang-kacangan

19%

Kentang segar

18%

Buah-buahan

12%

Makanan sisa manusia

11%

Rumput-rumputan

9%

Pemberian manusia

3%

Daun-daunan

2%

Bunga-bungaan

1%

Batang dan akar


Habitat

Setiap jenis dari bangsa primata mempunyai jalur-jalur tertentu dalam menempuh perjalanan harian, mencari makan dan tempat tidurnya pada habitat aslinya. Napier & Napier (1967) membagi 3 jalur untuk tempat tidur yang masing-masing terletak pada bagian puncak kanopi, di tengah-tengah dan di bawah. Sedangkan untuk aktifitas perjalanan harian dan mencari makan dibagi dalam 4 bagian, yaitu puncak kanopi, bagian tengah, bagian bawah dan lantai hutan.

Daerah persebaran monyet ekor panjang ini lebih beradaptasi dengan habitat tepi daripada bagian pedalaman. Dengan tipe habitat yang lebih condong pada daerah tepi, maka monyet ini disebut juga “Crab Eating Monkey” (Monyet Pemakan Kepiting) dikarenakan memakan kepiting dan molusca lainya jika hidup di daerah mangrove. Populasi yang tinggal di hutan umumnya berwarna lebih gelap, sedang yang berada di pantai berwarna lebih muda.

Walupun habitat monyet ekor panjang adalah hutan mangrove, mereka juga diketemukan di hutan primer dan hutan sekunder sampai ketinggian 2000 meter, hutan gundul yang masih ada pohon tersisa dan daerah pertanian, dimana mereka penyebab terjadinya kerusakan. Umumnya monyet ekor panjang hidup di pepohonan namun seringkali turun ke permukaan tanah atau lantai hutan dengan maksud tertentu (Jolly, 1972).

Southwick et al (1989) menyebutkan bahwa penggunaan habitat oleh primata tergantung kepada banyaknya pakan yang tersedia, penyebaran sumber pakan pada suatu habitat, serta interval pergantian musim berbuah. Jumlah pakan yang tersedia berpengaruh secara langsung terhadap besar kelompok.

Pada habitatnya, beberapa jenis primata hidup pada suatu daerah tertentu yang disebut sebagai daerah jelajah (Home Range). Daerah jelajah adalah luas suatu daerah tempat suatu kelompok mengadakan aktifitas hariannya (Chalmers, 1980). Luas daerah jelajah sangat bervariasi. Kadang-kadang kelompok yang lebih besar akan mempunyai daerah jelajah yang lebih luas karena memerlukan makanan yang banyak. Hewan yang bersifat foliofora (hewan pemakan daun) karena buah terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah daun. Demikian juga dengan hewan yang bersifat terestrial akan mempunyai daerah jelajah yang lebih luas dibandingkan dengan hewan yang bersifat arboreal karena pergerakan hewan yang bersifat terestrial terbatas pada dua dimensi (walaupun dapt juga disebabkan karena jumlah pakan yang relatif sedikit) (Clutton-Brock & Harvey, 1977:370-371).

Pada daerah jelajah terdapat suatu daerah yang disebut dengan derah inti (Core area). Daerah tersebut adalah daerah yang paling sering dipergunakan oleh kelompok monyet untuk melakukan aktifitas hariannya (Napier & Napier, 1985).

Perubahan daerah jelajah yang paling sering terjadi disebabkan oleh gangguan habitat. Gangguan habitat, terutama di hutan tropis dapat berupa perladangan dang penebangan hutan. Menyusutnya habitat, perubahan struktur dan komposisi hutan berpengaruh besar terhadap populasi primata, terutama folivora dan frugifora. Kerusakan habitat merupakan ancaman yang serius terhadap populasi hewan tersebut. Sumber pakan dan ruang hidup akan berkurang drastis, sehingga populasi hewan tersebut terdesak dan menurun (John 1988, Rosenbaum 1998).


Populasi dan Penyebaran

Sebagian besar primata membentuk kelompok sosial dengan struktur populasi yang tetap. Napier (1972) membagi pengelompokan primata ke dalam 4 tipe dasar yang berhubungan dengan kebiasaan dan habitat, yaitu :

  1. Tidak membentuk kelompok (Solitary): semua hewan primata soliter hidup di pepohonan (arboreal) termasuk diantaranya hewan malam (noturnal). Ukuran tubuh jantan tidak jauh berbeda dengan ukuran tubuh betina.

  2. kelompok keluarga (Family group): kelompok hewan yang tediri dari satu jantan dan satu betina dewasa beserta anak-anaknya. Kelompok tersebut hanya terlihat pada jenis-jenis arboreal. Jantan dan betina pada kelompok tersebut memiliki ukuran tubuh hampir sama.

  3. Kelompok dengan banyak jantan dewasa (Multimale group): kelompok hewan yang memiliki beberapa jantan dewasa, betina dewasa beserta nak-anaknya. Ukuran tubuh jantan dewasa pada kelompok ini lebih besar daripada ukuran tubuh betina dewasa. Monyet Ekor Panjang termasuk ke dalam kelompok multimale group.

  4. kelompok satu jantan dan beberapa betina (Harem group): kelompok ini merupakan adaptasi dari multimale group terhadap lingkungan tandus.


Chalmers (1980) menambahkan satu tipe kelompok lagi yang tidak dapat dimasukan ke dalam tipe-tipe kelompok di atas. Misalnya jantan Orang Utan (Pongo pygmeus) umumnya hidup soliter, tetapi hewan pradewasanya hidup berkelompok.

Besar kelompok pada Monyet Ekor Panjang berbeda-beda. Faktor utama yang memepengaruhi besarnya kelompok adalah jumlah pakan yang tersedi dan predasi. Pada monyet ekor panjang anggota kelompoknya berkisar antara 14-70 ekor dengan rata-rata 30 ekor (Jolly,1972) dengan kepadatan populasi antara 101-200 ekor/km persegi dan ratio sex dalam satu kelompok bervariasi antara 1:1.6-3.3 ekor.

Pembagian komposisi umur-kelamin didasarkan atas perbedaan bentuk tubuh, ukuran dan tingkah laku dari monyet, dapat dibedakan sebagai berikut: (Susanto, 1996)

  • Dewasa (Adult) adalah jantan dan betina dewasa yang mempunyai ukuran tubuh paling besar dan dapat diidentifikasi jenis kelaminnya, jarnag mempeelihatkan tingkah laku bermain.

  • Remaja (juvenil) adalah individu yang sudah berdiri sendiri, ukuran tubuhnya lebih kecil dari dewasa, dan kelakuan khasnya adalah masih sering bermain dan berkejar-kejaran. Individu monyet yang belum dapat diidentifikasi jenis kelaminnya juga dimasukan kedalam keompok ini.

  • Bayi (Infant) merupakan individu yang memilki ukuran tubuh paling kecil dan lebih sering menggantung pada badan induk betina. Sampai umur 3 bulan memiliki warna tubuh oranye dan kemudian berkembang sedikit demi sedikit mencapai dewasa penuh dengan warna abu-abu atau merah keabuan.


Secara geografis, penyebaran primata terbatas antara 350 LU dan 350 LS di benua Asia, Amerika, Eropa maupun Australia (Michael & Cliffort, 1970). Sedangkan untuk monyet ekor panjang tersebar di Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Kmaboja dan Vietnam. Sedangkan untuk wilayah Indonesia tersebar di Kalimantan, Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Timor (Susanto, 1996; Supriatna, 2000), dan Papua sebagai kegiatan Introduksi.


*Laporan KKL (Anniesha Eza Putri/ Biologi FMIPA Unpad/2005)

1 komentar: